Hari itu saya sedang menonton berita di televisi. Disana diberitakan ketidakpuasan buruh terhadap perusahaan yang mempekerjakan hampir di seluruh dunia. Suhu panas perayaan hari buruh internasional, atau yang lebih akrab disebut dengan “Mayday” semakin terasa menjelang hari yang dinantikan tepat pada tanggal 1 Mei 2009. Kaum pekerja di seluruh dunia tengah berbenah diri serta mempersiapkan refleksi besar, sejauh mana nasib pekerja kini di tengah krisis global hari itu. Tak bisa di pungkiri bahwa saat itu, krisis global merupakan penyebab rontoknya kesejahteraan pekerja. PHK massal dimana-mana, efisiensi industri yang mengakibatkan perumahan karyawan, pemotongan upah, penambahan jam kerja untuk mengejar tingkat produktivitas laba, merupakan fakta umum serta keniscayaan dibawah krisis tersebut. Di pusat krisis Amerika Serikat, selama tahun 2008, terdapat total 2,6 juta pekerja yang mengalami PHK. Ini merupakan angka tertinggi sejak tahun 1945 saat hampir 2,8 juta warga kehilangan pekerjaan. Tingkat pengangguran rata-rata di AS telah mencapai 5,8 persen tahun lalu. Angka ini menunjukkan kenaikan tajam dari 4,6 persen pada 2007 dan merupakan tertinggi sejak 2003[1]. Ini menunjukkan bahwa kiris ekonomi global adalah ancaman bagi kesejahteran pekerja. Lantas bagaimana dengan Indonesia sendiri?
Krisis dan Rontoknya sistem Ekonomi Domestik Kita
Krisis keuangan global memberikan efek negatif yang sangat luar biasa terhadap Indonesia. Hal ini ditandai dengan tingkat kekebalan sektor usaha dalam negeri yang semakin rapuh. Hingga bulan februari 2009, angka PHK telah mencapai 33.444 orang. Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja pada saat itu Myra M Hanartani. Jumlah pekerja yang kena PHK berasal dari wilayah Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, DI Yogyakarta, dan Papua. Sedangkan untuk jumlah pekerja yang dirumahkan untuk periode yang sama yaitu sebesar 16.029 orang atau meningkat sebesar 4.036 orang (25,2 persen) dari data per 30 Januari yang sebesar 11.993 orang. Pekerja yang dirumahkan tersebut berasal dari Provinsi Sumatera Selatan, Riau, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Di bab selanjutnya saya akan memberikan pandangan, mengapa begitu penting buat anda memulai bisnis sendiri.
Alasan saya menulis buku ini karena perubahan zaman dan keprihatinan terhadap lapangan pekerjaan yang tidak lagi sanggup menampung jumlah pencari kerja yang mana setiap tahun bertambah dan lapangan pekerjaan yang tidak tersedia. Dari tahun 2008 sampai sekarang sejak dimulai krisis global, banyak perusahaan yang tutup menimbulkan PHK besar-besaran. Di Indonesia dari data 3 tahun terakhir ini, banyak perusahaan yang gulung tikar menimbulkan PHK, tetapi jumlah Mahasiswa yang pencari kerja bertumbuh dengan cepat. Coba kita bayangkan 5-10 tahun ke depan anak-anak kita yang berkuliah atau yang tamat sekolah mau dibawa kemana apabila pemikiran kuno tetap berlaku, menjadi karyawan dan bekerja di perusahaan. Dimana lagi tempat mereka bekerja apabila tidak ada lapangan pekerjaan.
Data survey menunjukkan:
- Total mahasiswa dari Aceh sampai Papua yang mencapai 5 juta orang. Diketahui bahwa 83 persen dari mereka ingin menjadi karyawan, 4 persen berwirausaha, dan selebihnya LSM dan politisi.
- Pengusaha Indonesia baru mencapai 1,56 persen. Padahal Singapura sudah 7 persen, Malaysia 5 persen, Thailand 4,5 persen Vietnam 3,6 persen. Untuk memenuhi angka minimal 2 persen Indonesia butuh 1,7 juta pengusaha muda.
- Perkiraan 2015 jumlah PHK Buruh sampai akhir tahun mencapai 50 ribu orang sesuai data KSPI dan 500.000-600.000 pengangguran Intelektual (D3/S1) dan akan bertambah ratusan ribu lulusan baru setiap tahun dengan jumlah lapangan pekerjaan yang masih menurun saat ini.
Buku ini akan membantu kita, mengubah mindset, dan bagaimana memulai memperoleh penghasilan tanpa harus menjadi karyawan menuju bebas finansial.